Jr. Info
Sabtu, 12 Desember 2009
Penegak hukum tampak belom belajar dari banyak kasus “aneh” yang terjadi belakangan. Berbagai dagelan hukum dipentaskan, mulai dari drama cicak versus buaya, hingga nenek Minah yang mengambil kakao dan kemudian dihukum 1 bulan 15 hari. Kali ini, “lelucon” dalam penegakan hukum kembali terjadi ketika Prita Mulyasari dijatuhkan hukuman denda sebesar Rp 204 juta oleh Pengadilan Tinggi Banten. Hukuman denda itu baru yang perdata, karna dokter di RS Omni Internasional merasa dirugikan secara meteri, dan melakukan tuntutan perdata. Selain perdata, tuntutan pidana juga menunggu Prita, mantan pasien Omni yang “curhat” mengenai keluhannya di email dan mengirimkan ke beberapa temennya.
Nggak mau kalah dengan “lelucon” hukum yang terjadi, beberapa orang berinisiatif melakukan penggalangan dana bagi Prita. Tujuannya membantu Prita untuk membayar kerugian rumah sakit dan dua dokternya yang konon nggak laku lagi sejak kasus Prita mencuat. Para relawan bahu membahu mengumpulkan dana. Uniknya, dana yang telah dikumpulkan berbetuk koin, tentu mulai Rp 50 hingga Rp 500. bisa dibayangkan, berapa banyak dan berapa berat koin yang akan terkumpul jika nantinya akan dikumpulkan sebanyak Rp 240 juta seperti keputusan Yang Mulia Pak Hakim. Dan tentu begitu sulit menghitungnya.
Gerakan yang dilakukan ini ternyata nggak main-main. Banyak yang bersimpati, misalnya dari Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang menyumbangkan Rp 50 juta. Banyak juga yang mengantarkan tabungan koinnya, dengan jumlah yang nggak sedikit. Ada yang menyumbang seratus-dua ratus rupiah. Ada yang lebih besar. Semuanya menjadi satu, dengan kata kunci: perlawanan!
Yupz, upaya ini adalah perlawan moral terhadap keanehan hukum yang terjadi. Keluhan di media, harus dihadapi dengan penahanan sebelum kemudian ditangguhkan, dan akhirnya denda ratusan juta pun diputuskan. Fuuiiihh... luar biasa! Satu hal yang kudu dilakukan adalah perlawanan. Perlawanan ini mirip dengan perlawanan yang dilakukan ketika ada gerakan sejuta facebook untuk membebaskan Wakil Ketua KPK nonaktif Bibit Samad Riyanto dan Chandra M Hamzah.
Gerakan “Koin Peduli Prita”, itulah yang kini tengah dilakukan beberapa aktivis dan sukarelawan. Gerakan civil society kini memang sedang bersemangat mengawal reformasi, terutama di bidang penegakan hukum. Maka kejanggalan apapun yang terjadi pada hukum, kini bakalan mendapatkan tempatnya dalam sorak sorai dan cemooh.
Gerakan “Koin Peduli Prita” mungkin hanya satu dari gerakan lain yang bisa aja bakalan muncul. Sebab, selagi yang aneh-aneh akan muncul di ranah hukum kita, maka gerakan aneh pun bisa bermunculan. Sampai pemerintah pun mulai cemaslah.
0 Ocehan:
Posting Komentar