Jr. Info
Kamis, 24 Desember 2009
Kesempatan bertemu langsung dengan Wakil Presiden Boediono di Pekanbaru, Rabu kemarin dimanfaatkan sejumlah kepala daerah buat menanyakan masalah Dana Bagi Hasil (DBH). Mereka meminta pemerintah pusat buat segera membayar DBH secara penuh, bukan dicicil.
Seperti Guberbur Sumatra Selatan Alex Noerdin, dia mengatakan pembangunan di daerah dikhawatirkan bakalan terganggu bila DBH nggak utuh diberikan. Alaannya sederhana, Anggaran Pembangunan dan Belanja Daerah di buat dengan salah satu asumsi besaran DBH yang mereka peroleh. Alex Noerdin lebih khusus meminta pemerintah pusat untuk transparan dalam masalah DBH, khususnya mengenai pembagian yang adil buat daerah.
Keluhan tentang DBH ini juga kerap dilontarkan Pemerintah Provinsi Riau. Guberbur Riau Rusli Zainal mengatakan, bila digabung dengan dana bagi hasil tahun 2008, ada sekitar Rp 1 triliun DBH Riau yang belom dibayar pusat. Itu jumlah dana yang besar untuk pembangunan daerah. Riau juga kerap memprotes besaran DBH yang mengalir ke Bumi Lancang Kuning. Sebagai daerah kaya sumber daya alam, khususnya minyak dan gas, wajar aja bila Riau mendapatkan Dana Bagi Hasil yang lebih besar. Meski udah melakukan banyak upaya, tutunan Riau itu belom terpenuhi.
Wakil Presiden Boediono nggak terlalu banyak berkomentar. Dia hanya menjanjikan bakalan mengecek penyebab keterlambatan pembayaran DBH ke daerah dan membicarakannya dengan menteri keuangan.
Sudah selayaknya para gubernur mempersoalkan dana bagi hasil, karna ini merupakan hak daerah. Dana bagi hasil juga instrumen penting dalam menggenjot pembangunan di daerah. Apalagi di era otonomi daerah seperti sekarang ini, dimana daerah menjadi ujung tombak dalam pembangunan nasional.
Di lain sisi, sikap kritis terhadap penggunaan anggaran daerah tetep harus. Udah jamak kita mendengar bagaimana anggaran daerah dihambur-hamburkan buat hal-hal yang nggak terlalu penting, seperti membiayai fasilitas pejabat secara berlebihan, studi banding yang nggak perlu, dan acara-acara seremonial. Kebiasaan negatif lainnya menunggu penghujung tahun anggaran buat menghabiskan anggaran, seperti membiayai berbagai kegiatan yang sebenernya sedikit sekali korelasinya untuk pembangunan dan peningkatan kesejahteraan rakyat.
Kasus dugaan korupsi dana APBD Indragiri Hulu yang kini di tangani Kejaksaan Tinggi Riau merupakan contoh yang terang menderang tentang bagaimana APBD digerogoti secara bersama-sama.. berbagai cara digunakan buat menyedot uang rakyat secara sah, termasuk dengan cara meminjam. Mmm... aneh memang, APBD bisa dipijam oleh perseorangan atau kelompok.
Nggak perlu heran bila kemudian muncul selentingan bahwa pemerintah pusat sengaja nggak mengucurkan DBH secara utuh ke daerah tertentu. Karna melihat penyelenggaraan keuangan daerah itu banyak diselewengkan. So, selain menuntut pusat buat transparan soal DBH, para kepala daerah ada baiknya juga perlu membenahi penyelenggaraan keuangan daerah yang efisien, bersih dan tepat sasaran.
Seperti biasa, dan pada akhirnya, kita nggak perlu selalu menyalahkan pemerintah pusat. Introspeksilah diri sendiri dulu sebelum kita menyalahkan orang lain. Lihat, apakah kita udah bener-bener betul dalam hal itu. Ada satu kata bijak yang pernah gue baca, “Dalam hidup ini, carilah pembenaran, bukan kebenaran”.
Ha,., ha,., ha,., nyambung nggak sich. Ah,., nyambung nggak nyambung yang penting ada (apaan sich).
0 Ocehan:
Posting Komentar