Jr. Info
Selasa, 17 November 2009
Perubahan menyeluruh terhadap tatanan hukum di negara kita sudah waktunya digencarkan. Terobosan MK (Mahkamah Konstitusi) yang telah menelanjangii kondisi hukum di negara kita, menajdi satu hal yang mengembirakan sekaligus memalukan.
Mengembirakan, karna dengan sidang MK yang memperdengarkan rekaman dugaan kriminalisasikan KPK (Komisi Pemberantas Korupsi), mampu membuka borok-borok yang selama ini menjadi penyakit menahun dalam proses penegakan hukumdi negara kita.
Betapa kita semua menjadi terpengaruh dan terkejut dengan realitas yang selama ini ditutup-tutupi, judtru oleh orang-orang yang bekerja di bidang hukum. Terjadinya mafia hukum, ternyata luar biasa besarnya, melampaui dugaan kita selama ini.
Penyakit menahun di tubuh penegak hukum itulah yang sebenarnya memalukan kita semua. Ibarat pagar makan tanaman,gustru para aparat hukum melakukan pembusukan hukum di wilayah kerja mereka sendiri.
Rekakman pembicaraan Anggodo, adik buron korupsi Anggoro, dengan para penegak hukum, menyadarkan kita semua. Selama ini, kita ternyata banyak terbuai oleh janji-janji manis perang melawan korupsi.
Tekad dan janji, hanya tinggal janji. Korupsi tetap mengeliat di hampir seluruh lini kehidupan kita. Seolah tiada tempat yang tidak terjangkau oleh aksi bejat ini. Semuanya telah tercemari.
Dalam kasus rekaman Anggodo ini, beruntung sekali, kita memiliki MK dan tim delapan ato tim verifikasi. Tim ini mampu memulihkan kepercayaan publik terkait proses hukum pimpinan KPK nonaktif Bibit S Rianto dan Chandra M Hamzah.
Meski di awal pembentukannya tim verifikasi ini sempat diangap rentan serta hanya jadi “bumper” Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), namun kinerja tim di bawah pimpinan Adnan Buyung Nasution ini mampu memulihkan kepercayaan publik untuk menyelesaikan kasus KPK-Polri.
Tim delapan bergerak cepat dan mengeluarkan rekomendasi yang tidak normatif, tapi konkret. Penangguhan penahanan Bibit-Chandra serta mundurnya Wakil Jaksa Agung Ritonga dan Kabareskrim Susno Duadji tidak terlepas dari keberanian tim delapan dalam menyuarakan nurani masyarakat.
Ketika kasus KPK-Polri telah menjadi bola liar yang menghabiskan energi dan stamina, tim verifikasi berhasil memberi keyakinan bahwa masalah KPK-Polri dapat diselesaikan. Tim verifikasi pelan-pelan menjawab keraguan publik terhadap komitmen pemberantasan korupsi.
Langkah tim verifikasi ini, sudah sepatutnya disambut lapang dada oleh Polri dan kejaksaan, yang oknum-oknumnya banyak disebut-sebut dalam rekaman maut Anggodo. Polri dan kejaksaan mesti kembali ke khitahnya dengan melakukan pembersihan ke dalam.
Polisi dan kejaksaan harus melakukan pembersihan terhadap aparatnya yang melakukan kesalahan dan mempermalukan lembaga kepolisian dalam kasus yang menimpa Bibit-Chandra.
Dengan mundurnya Kabareskrim Komjen (Pol) Susno Duadji, serta Wakil Jaksa Agung Ritonga, berarti secara implisit ada rekayasa di sana, terlepas ada ato nggak nya tekanan dari masyarakat.
Karnanya, tidak ada jalan lain, agar kasus serupa tidak terulang lagi dan kepercayaan masyarakat kepada polisi dan jaksa kembali pulih, kedua lembaga ini perlu membentuk tim independen untuk membersihkan dirinya.
Keberadaan tim independen dari luar lembaga kepolisian dan kejaksaan sangat dibutuhkan untuk menyelidiki adanya penyalahgunaan kekuasan, dan upaya menjebloskan orang tak bersalah ke dalam penjara.
Perlu kita sepaki bersama, terkait masalah yang mencoreng lembaga hukum kita, tidak cukup dengan mundurnya Susno dan Ritonga aja. Namun juga harus diusut para pejabat yang memiliki akses dan kewenangan dalam kasus itu. Apalagi nama-nama mereka selalu disebut dalam rekaman pembicaraan Anggodo.
0 Ocehan:
Posting Komentar